MASA LALU ALPHA DAN BETA

Panah Hujan

Dunia telah banyak berubah bulan ini. Segalanya terjadi dengan begitu tiba-tiba. Bisa dibilang aku kini tinggal di dunia yang benar-benar kacau. Meski sebenarnya kekacauan ini belum sampai menyentuh negaraku. Tetapi, coba bayangkan. Aku melihat sendiri tubuh-tubuh yang tiba-tiba meledak di hadapanku—di televisi. Dan penyiar televisi di hadapanku yang sekejap kemudian lenyap begitu saja. Lantas, atas semua itu, aku harus berkomentar apa?

Sebenarnya tidak hanya itu. Sebagian wilayah di sebelah utara Rusia misalnya, semua penduduknya mati karena epidemi. Beberapa kota kosong dan tak seorang pun berani menginjakkan kakinya di sana. Beberapa negara di tengah-tengah benua Afrika pun mengalami hal serupa, orang-orang tiba-tiba meninggal dan memunculkan kepanikan pada beberapa wilayah di sekitarnya. Anggota keluargaku yang tinggal di sana—mengungsi entah ke mana, dan ini hanya kabar dari kedua orangtuaku.

Minggu-minggu ini media menayangkan semua itu. Berita yang membuat warga dunia gelisah. Puncaknya, keluarga kami menerima panggilan agar sore itu kami berkumpul di ruang bawah tanah milik keluarga besar kami.

Seluruh anggota keluarga sudah berkumpul di sana ketika kami tiba, saat itu aku melihat banyak dari mereka yang berjalan mondar-mandir seolah berpikir keras untuk memecahkan masalah yang sedang berlangsung. Lorong yang cukup panjang itu telah dipenuhi oleh orang-orang yang berbaris.

Kami adalah keluarga besar yang wajar meski memiliki perbedaan warna kulit dan rambut. Tidak satu pun dari kami berkewarganegaraan sama, kecuali kami beruntung berada dalam satu keluarga. Dan orang-orang yang berderet yang tidak saling mengenal satu sama lain itu, aku sering melihat mereka di pemberitaan media. Ibu seringkali menceritakannya bahwa hampir seluruh anggota keluarga kami menduduki kursi tertinggi pemerintahan dunia. Kecuali ayah dan ibuku, mungkin.

Mengenai tata bangunannya sendiri, jangan heran kalau ruang bawah tanah keluarga kami tidak begitu istimewa. Bangunan di atasnya pun biasa saja. Tetapi kami selalu berkumpul di sini. Berbaris di lorong ini sebelum masuk ke dalam aula keluarga. Di lorongnya sendiri—yang dilapisi oleh baja— pun, kami tidak memajang foto silsilah anggota keluarga. Tentu saja, karena kami tidak memiliki leluhur. Orang paling tua di keluarga kami pun masih berkumpul di tengah kami sore itu. Sehat bugar sesuai siklus hidupnya.

Kami berada di sana untuk mengumpulkan informasi kerusuhan yang sedang terjadi di seluruh dunia. Keluargaku membawa berita-berita kecil yang dihimpun dari negara kami. Kami tinggal di negara yang menduduki peringkat keempat jumlah populasi terbanyak di dunia dan kriminalitas sudah terlalu sering terjadi di negara kami sehingga kami tidak bisa membedakan apakah hal-hal buruk yang terjadi di negara kami belakangan adalah juga ditimbulkan oleh hal yang sama.

Ayah dan ibuku—yang tidak menjabat sebagai presiden ataupun menteri—barangkali tidak akan bisa berbicara banyak dalam forum keluarga. Di negara kami benar-benar tidak terjadi apa-apa; aku sungguh heran. Dan, uh, sebaliknya, mereka—sebagian besar anggota keluargaku—hadir di sini mungkin sudah bersiap-siap menceritakan sepanjang hari kepada kami tentang orang-orang yang tiba-tiba mati di lapangan, di tengah jalan, atau di pelabuhan. Tubuh orang-orang itu yang meledak ketika sedang menyetir untuk berangkat bekerja, berlari menangkap bola, atau bersiap berlayar.

Sudah sejak lama, orang-orang mati adalah hal yang wajar. Setelahnya, akan ada kelahiran baru. Bagi sebagian orang, dunia serupa bayang-bayang yang timbul tenggelam. Semakin kau bergerak ke arahnya, segalanya semakin kabur kau lihat. Kabut yang lebih tebal memenuhi pandanganmu setiap kali kau berusaha menembusnya.  Segalanya tidak akan nyata di matamu. Sampai kau mati.

Dan segalanya akan kau lupakan.

Akan tetapi semua itu tidak akan terjadi bila kau ada di posisiku, menjadi bagian keluargaku. Kami tidak pernah mati setelah kami terlahir ke muka bumi.

Kami sendiri tidak tahu dari mana kami berasal. Tetapi orang-orang yang kami temui di jalanan, orang-orang yang kami lihat di televisi, bahkan kau yang sedang membaca apa yang kutulis sekarang, kalian semua diatur oleh suatu kekuatan yang dimiliki oleh keluarga kami.

Aku bisa memastikan itu karena hanya keluarga kami dan beberapa orang yang kami kenal yang adalah orang-orang yang berkesempatan hidup abadi. Selain kami, bahkan para dokter yang mati-matian menciptakan obat anti tua itu, nonsens.

Aku sendiri sebelumnya tidak pernah ingin tahu lebih jauh tentang ini. Dulu kupikir ayahku—serta kakekku, ibuku, keluarga besarku—gila, namun setelah sekarang aku merayakan ulang tahunku yang keseratus, menerima kabar teman-temanku meninggal satu per satu seiring waktu, aku tidak meragukan lagi kenyataan ini.

Kenyataannya, kami terlahir berkali-kali. Satu-satunya momen yang tidak kuingat adalah ketika aku terlahir kembali. Selebihnya semuanya terulang kembali dan aku mengingatnya dengan baik. Rambutku penah beruban, kulitku pernah keriput, organ tubuhku pernah melemah. Aku pernah mengalami itu semua. Dan aku mengulangnya lagi sekarang.

Sekarang aku berumur seratus tiga puluh tahun, aku telah dua kali terlahir kembali. Seperti burung Phoenix—Aku lahir kembali di usiaku yang keenam puluh lima dan seratus dua puluh. Jadi sekarang, aku berumur seratus tiga puluh dengan wujud anak umur sepuluh tahun.

Panjang ceritanya jika aku menceritakan bagaimana dua proses kelahiranku itu—dan mungkin aku akan menceritakannya lain kali. Tetapi untuk kau ketahui, aku mengingat jelas waktu selama seratus tiga puluh tahun yang telah kulalui. Aku menguasai hampir seluruh bahasa di dunia, meski aku mungkin tidak akan semahir anggota keluargaku yang lain.

Dan karena aku yang tidak pernah mati, aku selalu menemui orang-orang baru seumur hidupku. Karena tiap kali ada yang mengendus ketidaknormalan kami, kami harus segera berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Aku dan saudara kembarku harus selalu beradaptasi dengan sekolah baru dan berkenalan dengan tetangga baru.

Oh ya, aku punya saudara kembar. Dia laki-laki, tubuhnya lebih pendek dariku. Pernah tahu tentang pertumbuhan wanita yang lebih cepat daripada pria di usia muda? Oke, tubuhku sedikit lebih jangkung dan itu berarti kami menjalani pertumbuhan manusia normal.

Mengenai sekolah kami, aku tentu saja tidak pernah kesulitan mengikuti pelajaran. Kakak kembarku pun demikian. Hanya saja, seringkali kami harus berpura-pura bodoh. Tentu saja, agar kami tidak dicurigai. Kami dilarang keras menjadi bintang kelas, apalagi mengikuti olimpiade. Itu akan sangat konyol. (Sejujurnya aku heran mengapa anggota keluarga kami yang lain bisa dengan konyolnya menduduki posisi-posisi tertinggi di dunia.—Alas, aku tidak akan berani bilang begini di hadapan kedua orangtuaku.)

Demikianlah kami hidup berpindah-pindah dengan membawa rahasia kami. Tetapi kami akan selalu menetap di Indonesia—ini teritori keluarga kami. Keluarga besar kami menghuni seluruh bagian dunia. Dan kami semua membawa kekuatan keluarga, simbolnya berupa sebuah permata untuk tiap keluarga. Dengan bentuk dan warna permata yang berbeda.

Ayahku merahasiakan letak dia menaruh permata itu kepada aku dan Alpha—nama saudara kembarku. Tetapi kami tahu benar apa yang bisa dilakukan oleh kekuatan itu. Aku pernah mendengar perdebatan orangtuaku, dari apa yang kudengar, ini berkaitan dengan awal mula manusia tinggal di muka bumi sekarang. Ayahku dan beberapa temannya adalah orang terakhir yang penah ada di bumi ini. Kejadiannya seusia dengan keberadaan sejarah di dunia.

Memang ganjil. Aku sendiri tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Mungkin aku akan coba.

Jadi, saat itu di ujung dunia, peradaban manusia sudah akan musnah. Permasalahannya datang karena perselisihan antara keluarga besarku dan kolega dari keluarga kami. Alpha sering menyebutnya ‘dua keluarga besar yang berisikan para ilmuwan penasaran’. Satu hal yang mereka ingin taklukkan: infinitas semesta.

Saat itu, kedua keluarga telah menemukan rahasia keabadian. Jadi bukan masalah lagi apakah mereka akan mati di tengah-tengah pencarian mereka, sudah tentu itu tidak akan terjadi. Namun, kendati mereka hidup abadi, mereka adalah manusia yang mengerti eternitas. Kelak, suatu saat semua hal harus menjadi satu. Maka mereka saling memusuhi. Kolega keluargaku ingin menguasai semesta—saat itu kedua keluarga ini telah menguasai dunia. Inilah yang  ketika itu menimbulkan kekacauan di dunia.

Sampai di sana kedua orangtuaku menceritakannya dengan tanpa menjelaskan detailnya. Aku dan Alpha tidak tahu bagaimana prosesnya, ayah hanya bilang bahwa saat itu mereka—kedua keluarga besar ini—hanya punya satu pilihan untuk menyelamatkan diri.

Mereka harus bermigrasi ke luar bumi. Opsi ini memiliki banyak kemungkinan. Pada saat itu, mereka telah menciptakan pesawat luar angkasa yang sangat besar untuk ditempati yang mereka sebut sebagai prototipe bumi—aku malas menjelaskannya—dan mereka juga telah menemukan planet-planet lain di luar galaksi bimasakti untuk ditempati—aku yakin ini juga kedengaran gila bagi kalian di zaman ini. Berdasarkan penelitian ribuan tahun, planet-planet itu kosong tidak berpenghuni—aku sendiri tidak mengerti mengapa bisa begitu.

Satu yang perlu digarisbawahi, saat itu mereka hanya belum pasti dengan waktu yang harus ditempuh untuk mencapai planet-planet itu dengan kendaraan yang telah mereka ciptakan. Tapi paling tidak, mereka bisa tinggal di prototipe bumi itu selama yang mereka inginkan.

Saat itu, seperti saat ini, wabah aneh menjangkiti seluruh dunia. Banyak orang yang mati secara tiba-tiba. Dan hal itu sebetulnya tidak dilakukan oleh kedua keluarga ini.

Memang apa yang dilakukan oleh mereka memperparah wabah ini; saat itu cuaca tidak menentu, kau bisa melihat roh orang-orang mati berjalan di sekitarmu. Dua hal itu murni kerjaan dari keluarga kami dan koleganya. Namun selain itu, keadaan benar-benar di luar kendali.

Saat itu kejadian bunuh diri berfluktuasi sedemikain rupa dan semua tempat penuh akan pemberitaan media dengan prediksinya mengenai kiamat yang telah menanti di depan mata.   Pasti adalah gambaran dunia yang tidak akan ingin kau huni.

Dan di saat warga dunia telah musnah separuhnya dalam sekejap mata, kolega keluarga kami telah memberikan usia abadi untuk seperempatnya lagi—yang tentunya telah melalui seleksi terlebih dahulu—dan memasukkan mereka ke dalam roket-roket yang siap diluncurkan setiap menitnya. Di luar bumi, pada semesta yang vakum, telah menanti awak-awak kapal yang bertugas mengantarkan mereka ke pangkalan besar yang telah didirikan di sana.

Setelah itu bumi telah menjadi benar-benar kosong seolah tak berpenghuni. Cuaca masih aneh dan roh-roh masih bergentayangan. Entahlah apa yang terjadi pada mereka selanjutnya, keluarga besar kami kehilangan kabar semenjak saat itu.

Sementara itu, untuk menyelamatkan diri, saat itu keluarga besar kami berkumpul di ruang bawah tanah ini.

Ruang bawah tanah ini. —Oh, aku benar-benar mesti menekankannya. Karena aku dengan polosnya di sini bercerita kepada kalian sementara keluarga kami mengadakan rapat besar. Kuyakin Alpha juga sama tidak betahnya denganku—duduk di kursinya.

“Mereka masuk ke dalam pertahanan kita.”

“Jadi mereka telah menginvansi daerah kita?”

“Bisa dibilang begitu.”

“Lalu apa yang dilakukan oleh mereka? Bukankah mereka tinggal membunuh eksistensi kita satu per satu?”

“Tidak. Mereka ingin memastikan dunia yang telah kita ciptakan sekarang juga ikut korup.”

“Mereka telah berada di tengah-tengah kita.”

Aku berusaha merekam semua pembicaraan, tetapi aku tidak bisa menangkap semuanya. (Omong-omong, isi kepalaku akan terekam secara otomatis ke dalam bentuk tulisan ketika aku menyentuh logam di tanganku. Aku mendapatkannya dari kedua orangtuaku pada kelahiranku yang kedua saat umurku seratus dua puluh tahun. Aku senang logam ini bisa menganalisa dan menuliskan semua isi pikiranku dengan sangat baik; bahkan menerjemahkan bahasa keluarga kami ke dalam bahasa Indonesia.)

“Tetapi kau tahu, seluruh puncak tertinggi pemerintahan dunia diduduki oleh anggota keluarga kita. Ini mustahil terjadi!”

“Penyelinap tidak harus menampilkan dirinya. Mereka bisa saja adalah gelandangan yang kau temui di jalanan.”

“Sial. Bagaimana bisa kau tidak mengamati orang-orang baru yang masuk ke dalam sistem wilayahmu?”

“Omong Kosong! Kau tahu dia tidak masuk ke wilayahku! Dia menyerang Rusia dan sebagian Afrika!”

“Tapi aku selalu memaklumi media yang mengatakan bahwa dunia ada di tangan Amerika. Kau menguasai seluruh Amerika. Kau menguasai dunia. Dan kau ingin membantah itu?”

“Hanya karena aku mendapatkan wilayah Amerika untuk kupegang, jangan melemparkan semua masalah padaku.”

“Kau menguasai Manhattan, Perserikatan Bangsa-Bangsa ada di genggamanmu.”

“Wah, cerdik sekali kau membawa-bawa itu. Kau sendiri menaungi Swiss. Kau pikir wabah yang terjadi hingga adanya banyak orang-orang yang meninggal secara ajaib itu tidak ada kaitannya dengan lepas tangannya Organisasi Kesehatan Dunia yang kau pegang?”

“Tapi masuknya orang asing ke negara-negara yang kau lindungi, itu sepenuhnya kesalahanmu, Tuan Presiden!”

“Maaf, untuk menengahi perdebatan kalian, kami menerima kabar baru bahwa kejadian serupa telah terjadi di wilayah kami. Seluruh bagian Shenyang dan Beijing telah mengalami pandemi yang sama. Banyak orang meninggal dengan cara-cara yang aneh. Tubuh yang meledak, sekumpulan orang yang tiba-tiba lenyap, dan…”

Akhirnya. Bayi kecil itu tumbuh menjadi balita. Dan balita itu berbicara.

“Tentu saja. Kita tinggal di dalam memori dunia.”

Kami semua menghadap ke arahnya. Balita itu duduk di ujung sebelah timur, di singgasana tertinggi. Ialah yang tertua di keluarga ini, yang baru saja terlahir kembali. Sayangnya dia mengalami kelahiran kembali di saat-saat genting seperti ini. Keluarga kami membiarkan tiap anggotanya tumbuh besar dengan alami. Namun demi kepentingan ini, beberapa minggu belakangan, akibat kejadian-kejadian aneh yang terjadi, keluarganya memberikannya ramuan untuk tumbuh besar dengan lebih cepat. Dan kini tiba-tiba bayi itu telah tumbuh menjadi balita. Sosoknya yang asli sebenarnya sangat tampan. Dulu saat aku berusia delapan puluhan, aku pernah bertemu dengannya satu kali.

“Wajar saja segala hal aneh seperti itu kalian temukan. Orang-orang yang berinteraksi dengan kalian selama ini hanyalah memori yang tertinggal di bumi ini. Ingatan bumi.”

Teman-teman sekolahku, para reporter media, bahkan kau. Adalah ingatan bumi. Orang-orang yang barangkali telah musnah. Atau telah ikut berpindah ke planet di luar bimasakti bersama kolega keluarga kami.

Aku dan Alpha saling bertatapan.

Ini kenyataan baru yang kami temukan. Orangtuaku tidak pernah sebelumnya menceritakan tentang ini.

“Jadi teman-teman, tetangga, dan semua orang yang kami kenal di hanyalah ilusi?” Alpha. Dia bersuara di forum keluarga ini. Demi Tuhan.

Dan dari gerakan jakunnya, dia akan melanjutkannya. Demi Tuhan. “Dan kami berdua yang terlahir di sini, juga hanyalah ilusi?”

“Bukan, kalian berdua wujud khusus. Kalian lahir di dalam memori bumi.”

“Hanya kami berdua?”

”Hanya kalian berdua.”

Aku tidak bisa menggambarkan bagaimana syoknya Alpha menerima jawaban itu. Sementara seluruh anggota keluarga satu per satu mulai mengamati kami. Mereka tidak lahir di dalam ilusi! Mereka puluhan ribu tahun lebih tua daripada kami!

Dan, ini kenyataan yang baru kuketahui.

Balita itu kemudian melanjutkan, “Jadi dengar. Ini semua bukan kesalahan salah seorang di antara kita. Ini semua adalah kesalahan pihak luar. Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk ini. Karena dunia yang asli sebelumnya telah hancur. Dan untuk menyelamatkan diri…”

“Bangun.” Sebagian besar anggota keluarga yang hadir menjawab.

Aku terhenyak.

Bangun?

Alpha menatapku lekat-lekat. Apa yang mereka maksud, mereka akan meninggalkan kami berdua di sini? Kami tidak memiliki wujud di luar dunia ini!

“Kita semua harus bangun.”

“Ya, tidak ada jalan lain. Kita semua harus bangun. Sebelum mereka menemukan tubuh-tubuh kita yang tertidur di dalam ruang bawah tanah ini ribuan tahun lalu di masa depan.”

“Jadi kita selama ini tidak melakukan apa-apa di sini? Dan setelah kita bangun, lalu kita akan menyusul langkah mereka yang kabur ke planet di luar bimasakti? Kita akan meninggalkan bumi?”

“Tidak ada jalan lain. Hanya ini yang bisa kita lakukan.”

“Oh demi Tuhan. Jadi selama ini kita melupakan tujuan kita berada di memori bumi ini?”

“Tentu saja tidak. Setiap kepala di sini ingat bahwa kita punya tujuan besar untuk menemukan pihak ketiga yang menghancurkan bumi saat itu. Kau ingat, kan?”

“Iya, aku selalu ingat.”

“Aku juga.”

“Kami tidak pernah lupa.”

Setiap keluarga mengangkat tangannya dan permata mereka masing-masing. Kau tahu? Rasanya seperti melihat orang-orang dari seluruh dunia mengibarkan bendera negara mereka dengan penuh semangat.

“Dan kita gagal. Maaf.”

Karena semuanya telah dimulai sejak lama. Sejak virus HIV/AIDS pertama kali disuntikkan kepada kaum negroid. Saat diktator Jerman kenamaan itu memenuhi ikrarnya untuk memusnahkan ras di luar suku Arya.

Atau sejak orang-orang—pihak ketiga—itu mulai menyadari keberadaannya di muka bumi. Untuk menghancurkan bumi.

Semuanya berputar-putar di kepalaku. “Maaf, tapi aku tidak mengerti mengapa tidak ada yang bisa kalian perbaiki di sini?” Baru kali ini aku berani ambil suara.

“Pertanyaanmu kurang jelas.”

“Kalian kembali ribuan tahun ke masa lalu bumi. Kalian tinggal selama itu di dalam ingatan bumi. Kalian pernah mengenal Hitler, Stalin, kalian tahu Newton, kalian kenal Einstein. Kalian ada di setiap masa, kalian abadi. Lalu, mengapa kalian berakhir seperti ini? Apa yang kalian cari?”

“Aku mengenal Nietzche dengan sangat baik.”

“Iya dan aku berada di sebelah Raja Alfred ketika Inggris diserang kaum Viking.”

“Namun kami tidak menemukan pihak ketiga itu, sampai sekarang.”

“Lalu mengapa kalian hanya bersembunyi di balik layar?” Ini suaraku. Aku tidak yakin aku masih akan bisa bersuara lagi setelah ini.

“Demi Tuhan, nona kecil. Memang kau tahu apa?”

“Diamlah. Kau tidak berhak melecehkannya seperti itu.”

“Dia bukan keluarga kita. Kau akan meninggalkan mereka berdua di sini ketika kalian bangun.”

“Tetapi mereka…”

“Yea, baiklah, anak kecil, siapapun kau. Bagaimana bisa kau pikir kami bersembunyi di balik layar? Kau lihat orang-orang yang mengelilingimu? Kau melihat mereka di layar televisimu setiap hari, kan? Kau tahu Tuan Presiden yang sedang duduk di hadapanmu sekarang, kan? Kau tahu siapa namanya. Itu yang kau sebut di belakang layar?”

Kutelan air ludahku. “Iya. Tentu saja.” Kugenggam tangan Alpha. “Dan bagiku, bagi kami berdua, kalian masih berada di belakang layar. Kalian bersembunyi dari masalah.”

Dia tertawa mendengar itu. Orang itu tertawa. Dia anggota keluarga besar kami? Kulirik ayah dan ibuku yang duduk jauh di seberang kami. Kuberikan tanda melalui gerakanku. Mereka hanya bisa menggelengkan kepala.

“Jadi kalian berdua akan meninggalkan kami juga?” Kutanyai ayah dan ibuku.

Orangtuaku membisu.

“Maafkan kami, Alpha, Beta.” Ujar balita itu beberapa saat kemudian.

Oh, sial.

“Baiklah,” Alpha menggenggam tanganku, kami berdua berdiri. “Suatu hari kami akan mendatangi kalian. Kami akan menemukan pihak ketiga itu dan membawanya ke hadapan kalian.”

Orang-orang di sekitar kami berdiskusi sebentar, “Karena sudah tidak ada yang bisa diperbaiki lagi. Kami hanya bisa meminta maaf untuk meninggalkanmu di sini.”

Pembunuhan terjadi di hadapanku. Mereka semua saling membunuh. Mereka yang mati, kemudian lenyap.

Sampai tiba gilirannya kedua orangtua kami pergi. Mereka berdua yang terakhir. Mereka berjalan ke arahku dan Alpha.

“Ingatlah, di dunia ini kalian akan tetap abadi.” Ayahku membelai rambutku dan Alpha.

“Sampai bertemu lagi, sayang.” Ujar mereka kemudian sembari memeluk kami. Dan setelahnya, dari sakunya, mereka mengeluarkan pisau lipat masing-masing, lalu menyayat nadi mereka di hadapan kami.

Kemudian mereka lenyap.

cerita ini dapat dilihat juga di:

Blogspot

Kemudian

Facebook